11.27.2008





Silahkan gabung

Mahasiswa baru

2008


di Friendster & group



hImaptika










11.25.2008

Pembuatan Film Pembelajaran Matematika

Pembuatan Film Pembelajaran Matematika
oleh : Masua Cd
Pengarang : Masua Cd
Diterbitkan di: Nopember 07, 2007


Pemanfaatan video sebagai media pembelajaran, khususnya mata pelajaran

matematika merupakan salah satu langkah yang ditempuh oleh PPPPTK
Matematika Yogyakarta. Film pembelajaran yang sedang dikerjakan saat
ini berjudul “LIMIT FUNGSI di TAK HINGGA” dan mengambil lokasi shooting
di SMA Negeri 1 Magelang, Jln. Cempaka No. 1 Magelang Jawa Tengah.
Filmyang dibintangi oleh Susbintoro, guru SMA Negeri 1 Magelang itu
juga didukung oleh siswa-siswa kelas XI IPA sekolah tersebut dan
merupakan film yang berformat semi Instruksional tentang Model
Pembelajaran Limit Fungsi.
Sedangkan naskah film ini diadaptasikan oleh Dra. Puji Iryanti,M.Sc.Ed
yang merupakan Widyaiswara di PPPPTKMatematika Yogyakarta, dari tulisan
Lucia Ratnaningdyah S. Direncanakan film ini selesai proses produksi
hingga awal Tahun 2008. Sedangkan sutradara yang menggarap film
pembelajaran ini dipercayakan kepada Lilik Kustanto dosen seni dari ISI
Yogyakarta.
Film ini dibuat untuk kalangan guru matematika SMA agar dapat
memberikan kontribusi dalam meningkatkan proses pembelajaran matematika
di sekolah.
Pemilihan lokasi di wilayah Kodya Magelang ini dimaksudkan sebagai
langkah memanfaatkan sekolah yang berada di lokasi di luar priopinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta mengingat PPPPTK Matematika merupakan
Instansi Pemerintah Tingkat Pusat yang berkedudukan di daerah
(Yogyakarta). Selama ini kegiatan shooting serupa masih mengambillokasi
di wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, demikian dikatakan
Lukmanul Hakim ketua panitia Pembuatan master kaset video “Limit Fungsi
Di Tak Hingga” in




Komersialisasi Pendidikan Tinggi



Komersialisasi Pendidikan Tinggi


Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk Research & Development (R&D) serta arena penyemaian manusia baru untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi keilmuan sesuai bidangnya. Secara umum dunia pendidikan memang belum pernah benar-benar menjadi wacana publik di Indonesia, dalam arti dibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan urusan pendidikan. Namun demikian, bukan berarti bahwa permasalahan ini tidak pernah menjadi perhatian.



Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar hadiah & gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.



Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Semoga masyarakat dan orang tua yang akan menyekolahkan putra putrinya tidak terjebak pada kondisi tersebut dan lebih bijak dalam memilih perguruan tinggi, sehingga putra-putrinya tidak terkesan asal kuliah.



Ditengah besarnya angka pengangguran di Indonesia yang telah mencapai lebih dari 45 juta orang, langkah yang harus ditempuh adalah mencari pendidikan yang baik dan bermutu yang dibutuhkan pasar. Bukan hanya murah saja dan asal. Tidak dipungkiri lagi bahwa selama ini, dunia industri kesulitan mencari tenaga kerja dengan keahlian tertentu untuk mengisi kebutuhan pekerjaan. Bila membuka lowongan, yang melamar biasanya banyak, namun hanya beberapa yang lulus seleksi.



Pasalnya jarang ada calon pegawai lulusan perguruan tinggi atau sekolah, yang memiliki keahlian yang dibutuhkan, karena kebanyakan berkemampuan rata-rata untuk semua bidang. Jarang ada yang menguasai bidang-bidang yang spesifik. Hal ini tentunya menyulitkan pihak pencari kerja, karena harus mendidik calon karyawan dulu sebelum mulai bekerja.



Sebagian besar perguruan tinggi atau sekolah mendidik tenaga ahli madya (tamatan D.III) tetapi keahliannya tidak spesifik.



Lebih parah lagi, bahkan ada PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Ini adalah cermin dari proses PEMBODOHAN BANGSA bukan mencerdaskan BANGSA. Dalam hal ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang baik & berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.



Selain itu pula, apa yang menjadi barometer yang menunjukkan eksistensi sebuah perguruan tinggi? Untuk saat ini opini publik dan beberapa kalangan masyarakat bahwa eksistensi sebuah Perguruan Tinggi dilihat dari kuantitas mahasiswanya bukan kualitasnnya. Nah ini jelas sudah terlihat faktanya bahwa pendidikan di Indonesia hanya menjadi komoditi bisnis semata.



Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan jiwa bagi anak bangsa, harapan kami semoga komersialisasi pendidikan tinggi tidak menjadi sebuah komoditi bisnis semata, akan tetapi menjadi arena untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global. mulailah dari diri sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih baik dan berkualitas, karena ini akan menyangkut masa depan anak-anak kita dan Juga Bangsa Indonesia.

Tata Sutabri S.Kom, MM -- Deputy Chairman of STMIK INTI INDONESIA, Pemerhati Dunia Pendidikan TI, Jl. Arjuna Utara No.35 – Duri Kepa Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 Telp. 5654969, e-mail : tata.sutabri@inti.ac.id .